Sebuah pernikahan bukan hanya diartikan sebagai penyatuan dua hati, dua manusia. Pernikahan diartikan dengan lebih luas, yaitu penyatuan dua keluarga, dua kehidupan, bahkan terkadang dua negara. Oleh karenanya, sebuah pesta pernikahan bukan hanya mewakili pengantin, namun juga mewakili keluarga masing-masing pengantin.
Busana pengantin, terutama gaun pengantin wanita, seringkali menjadi simbol bagi status sosial keluarga pengantin. Semakin tinggi status sosialnya, maka gaun pengantin yang digunakan akan semakin kaya warna, dengan pilihan bahan yang semakin eksklusif. Dalam persiapan pernikahan, gaun pengantin biasanya mendapat porsi perhatian khusus dari pengantin dan keluarga, Berbagai pilihan seperti memesan gaun pengantin karya designer, meniru model gaun pengantin dari berbagai sumber, atau menyewa gaun pengantin ditentukan oleh budget yang disediakan oleh pengantin untuk menyelenggarakan upacara pernikahan.
Gaun pengantin, terutama dalam budaya Barat, biasanya berwarna putih, meskipun "pernikahan putih" yang dimaksud juga termasuk corak eggshell (kuning telur), ecru (cokelat - keabu-abuan - kekuningan), dan ivory (gading).
Pada 24 April 1558, Mary - Queen of Scott menikah dengan Francois II, putera mahkota Perancis yang kemudian menjadi raja. Pada pernikahan politik itu Mary - Queen of Scott memakai gaun pengantin berwarna putih. Mary - Queen of Scott disinyalir sebagai wanita (ternama) pertama yang memakai gaun pengantin warna putih. Pada masa itu, memakai gaun pengantin warna putih adalah aneh karena putih adalah warna resmi untuk masa berkabung dalam tradisi Perancis saat itu.
Putih tetap tidak menjadi warna pilihan utama untuk gaun pengantin sampai tahun 1840, dimana Ratu Victoria mengenakan gaun pengantin putih saat menikah dengan Pangeran Albert of Saxe-Coburg. 141 tahun kemudian (1981), gaun pengantin putih mewah dikenakan Lady Diana Spencer saat menikah dengan Pangeran Charles.